Sejak masa mudanya, Muhammad Saw, yang dikenal sebagai pemuda tampan, berbudi mulia dan jujur, sehingga mendapat julukan sebagai “al-Amin” yang terpercaya, di tengah masyarakat Arab yang sudah sedemikian rusak dan bobroknya, sehingga dikenal sebagai masyarakat jahiliyah, dan zamannya disebut sebagai zaman jahiliyah, menyukai hidup menyendiri, di tempat-tempat sepi padang pasir dan bukit-bukit sekitar kota Mekkah. Sampai akhirnya beliau menemukan sebuah gua di bukit Tsur, dan menjadikan gua tersebut, yang dikenal dengan nama gua Hira, sebagai tempatnya menyepi dan merenung, bermunajat kepada Tuhan yang Maha Esa. Hinga suatu malam, ketika usia Muhammad telah genap mencapai 40 tahun, datang malaikat pembawa wahyu, yaitu Jibril atau Jibrail as, kepada Muhammad di gua tersebut, membawakan wahyu pertama, sekaligus pengangkatan resmi beliau sebagai Rasul terakhir untuk segenap umat manusia.
Kisah turunnya Jibril as untuk yang pertama kalinya ini diceritakan sendiri oleh Nabi Muhammad Saw, sebagai berikut, “Malaikat pembawa wahyu datang kepadaku, ia mengatakan, “Bacalah”! Aku menjawab, “Apa yang harus aku baca”? Kemudian ia mengatakan, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan…… dan seterusnya, lima Ayat pertama Surat al-‘Alaq.” Akupun membacanya. Setelah itu ia meninggalkan aku. Saat itu aku merasa bahwa Ayat-Ayat tersebut seolah telah terukir di dalam hatiku. Kemudian aku keluar dari gua. Ketika aku telah disampai diantara bukit-bukti, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, “Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan aku Jibril.” Aku menengok ke atas. Aku melihat seorang malaikat dalam bentuk seorang lelaki, yang dua kakinya seakan memenuhi dua ufuk langit. Ia kembali mengatakan, “Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan aku adalah Jibril.” Aku berdiri dan memandang kepadanya. Aku terdiam, tidak maju dan tidak pula mundur. Ketika aku memalingkan muka ke arah lain, tetap saja aku melihat malaikat tersebut. Kemana saja aku memandang maka aku melihatnya……
Pengangkatan Nabi dan turunnya malaikat pembawa wahyu, menandakan terbukanya pintu-pintu langit yang membentangkan jalan-jalan spiritual ke dalam batin manusia. Dengan rahmat-Nya yang tak bertepi, Allah Swt membentangkan jalan terang demi kebebasan umat manusia dari kegelapan dan kesesatan. Muhammad Saw, yang memiliki sifat-sifat keagungan yang sempurna telah terpilih sebagai manusia yang harus memikul tanggung jawab besar dan agung ini. Sesungguhnyalah, pengangkatan Muhammad sebagai Rasul terakhir dapat dianggap sebagai peristiwa paling penting dan paling agung dalam perjalanan sejarah kehidupan umat manusia. Al-Quran sendiri menyebut peristiwa ini sebagai karunia dan nikmat yang agung, dan dalam Ayat 164 Surat Ali Imran, Allah Swt berfirman;
“Allah Swt telah menurunkan karunia-Nya kepada mukminin ketika Ia mengangkat seorang Rasul dari kalangan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya dan membersihkan mereka serta mengajarkan al-Kitab dan hikmah. Sedangkan sebelum itu mereka berada dalam kesesatan yang nyata.”
Bi’tsah adalah sumber perubahan, awal kesempurnaan dan lemenangan. Muhammad Saw yang merupakan sosok sempurna keutamaan dan kebaikan, menyebut Islam sebagai pelengkap ajaran-ajaran agama terdahulu yang dibawa oleh para Nabi sebelum beliau, yaitu Ibrahim, Musa, dan Isa alahimussalam. Wahyu-wahyu yang beliau sampaikan dari Allah kepada umat manusia, beserta penjalasan beliau baik dengan lisan maupun dengan praktek, memberikan kesegaran dan semangat jiwa. Sayyidah Fatimah as, putri tercinta Rasul Allah Saw, yang disebut oleh Rasul sebagai bagian dari darah daging beliau, berkenaan dengan bi’tsah Nabi mengatakan sebagai berikut, “Allah Swt mengangkat Muhammad saaw untuk menyempurnakan nikmat dan rahmat beliau kepada umat manusia, dan untuk melengkapkan apa yang telah Allah tetapkan. Rasul Allah Saw diangkat sebagai Nabi terakhir pada saat setiap kaum memiliki ajaran agamanya sendiri; dan setiap kelompok menuju ke jalan terang yang diyakininya; dan setiap golongan bersujud di depan berhalanya. Allah Swt memberikan jalan baru melalui Nabinya yang terakhir ini, yang akan menyelamatkan umat manusia dari jalan-jalan lain yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kegelapan dan kebinasaan.”
Dalam memperingati peristiwa besar bi’tsah Nabi, hendaknya kita ketahui bahwa apakah yang diberikan oleh peristiwa bi’tsah Nabi ini untuk manusia saat ini? Tak diragukan, terjadinya sebuah revolusi kebudayaan yang mengakar, di masa jahiliyah dan di tengah masyarakat tak beradaban jazirah Arab saat itu, termasuk diantara mukjizat agama Islam yang besar ini. Dengan memilih dan mengangkat para Nabinya, Allah Swt menunjukkan sisi lain dari kehidupan sejahtera dan bahagia umat manusia. Ajaran-ajaran Islam yang disampaikan oleh manusia pilihan ini, yaitu Muhammad Saw, tak lain memebrikan peraturan-peraturan yang indah tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan masyarakatnya. Jalan hidup kebahagiaan ini membimbing manusia kepada ilmu pengetahuan, tafakkur, kebaikan, keadilan, usaha, dan kemerdekaan. Di bawah naungan ajaran-ajaran ini manusia akan memperoleh kemuliaan, kejayaan dan kemuliaannya. Rasul Allah Saw, pada khususnya, dan para Nabi dan Rasul lain pada umumnya, adalah para perantara yang berada di tangah, antara Tuhan dan umat manusia, dan bertugas membimbing mereka, baik dengan ucapan maupun dengan contoh-contoh nyata berupa amal perbuatan.
Tidak diragukan bahwa Muhammad Saw adalah manusia yang berhasil menjalani hidup di dunia ini dengan sempurna, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Swt. Dengan demikian, jika kita mampu meniru cara hidup beliau, maka kita pun akan mendapatkan kemuliaan sebagaimana yang telah beliau peroleh. Demikian pula halnya dengan manusia-manusia suci dan mulia lain, seperti Ahlul Bait Nabi saaw, dan para sahabat beliau yang saleh dan mulia. Itulah yang dimaksud bahwa Rasul Allah Saw merupakan teladan atau uswah bagi umatnya. Berkenaan dengan filsafat pengangkatan Nabi, al-Quran mengatakan penyucian manusia dari dosa dan kesesatan, penegakan keadilan sosial dan perlawanan terhadap penguasa-penguasa lalim, sebagai jalan kemajuan dan kemuliaan manusia yang akanmemebrikan segala macam keuntungan dan kemaslahatan kepadanya.
Dalam surat Al-Hadid Ayat 25, Allah Swt berfirman, “Dan Kami telah utus Rasul-Rasul Kami dengan dalil-dalil yang jelas, dan kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan, agar manusia menegakkan keadilan.”
Imam Ali as, salah seorang dari Ahlul Bait Nabi Saw, menyebut bi’tsah sebagai sebuah jalan untuk mengenal hakekat dan memahami ajaran-ajaran yang suci dan mengatakan, “Jika batil benar-benar terpisah dari kebenaran; dan kebenaran benar-benar terpisah dari kebatilan, tak akan ada orang yang melanggar. Akan tetapi selalunya, sebagian dari yang hak dan sebagian dari yang batil telah saling bercampur. Di sinilah setan bermain untuk menguasai manusia, dan hanya orang yang memperoleh rahmat Allah sajalah yang akan selamat.”
Saat ini, meskipun telah berabad-abad terpisah dari peristiwa bi’tsah Nabi, akan tetapi ajaran-ajaran Rasul Allah saaw, utusan terakhir, memiliki ciri-ciri yang sangat istimewa, sehingga mampu menerangi jalan kebahagiaan seluruh umat manusia. Ajaran-ajaran Allah Swt yang diturunkan untuk seluruh umat manusia adalah ajaran yang tak akan pernah lekang terkena panas dan tak akan luntur terkena hujan. Ia akan segar selamanya bagi seluruh masa, dan semua umat manusia. Tinggal manusianyalah yang menentukan, apakah ia bersedia bergabung ke jalan yang telah digariskan oleh Sang Maha Pencipta, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ini, ataukah tidak. Ajaran-ajaran agama Islam juga memiliki kandungan-kandungan yang tiada batasnya. Tinggal musliminnyalah yang harus menyingsingkan lengan baju, untuk menggali kandungan ayat-ayat suci Al-Quranul Karim, mengeluarkan kekayaannya dan harta karun petunjuknya yang tiada pernah habis. (IRIB)
-- Source : syiahmenurutsyiah.com
0 komentar:
Posting Komentar