Selasa, 20 September 2016

Hadis Tsaqalain; Ahlul Bait Jaminan Keselamatan Dunia Dan Akhirat

Telah diriwayatkan dengan berbagai sanad yang shahih bahwa Rasulullah SAW meninggalkan dua peninggalan yang berharga [Ats Tsaqalain] yaitu Kitab Allah dan Itrah Ahlul Bait Rasul SAW. Umat islam hendaknya berpegang teguh pada keduanya agar mereka terhindar dari kesesatan sepeninggal Rasul SAW. Ternyata sebagian orang menyimpan kedengkian terhadap Ahlul Bait, sebagian orang tersebut tidak rela kalau Ahlul Bait memiliki keutamaan yang tinggi.

Sebagian orang tersebut tidak rela kalau Ahlul Bait dijadikan pegangan dan pedoman, bagi mereka Ahlul Bait cukup dihormati dan dicintai tetapi bukan menjadi pedoman umat agar tidak sesat. Sebagian orang yang mengaku salafy ini menyebarkan syubhat demi mengurangi keutamaan Ahlul Bait. Syubhat mereka hanya mengulang syubhat Syaikh mereka Ibnu Taimiyyah bahwa hadis Tsaqalain bukan memerintahkan agar umat berpegang teguh kepada Ahlul Bait tetapi maksud hadis tersebut adalah berpegang teguh kepada Kitab Allah sedangkan Ahlul Bait cukup dihormati dan dicintai tetapi bukan untuk dipegang teguh.

Sebaik-baik bantahan bagi mereka adalah Hadis Tsaqalain yang dengan jelas menyebutkan lafaz “berpegang teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait”. Lafaz ini adalah lafaz yang shahih dan penolakan salafy hanya menunjukkan kalau mereka tidak suka dengan apa yang Rasulullah SAW tetapkan. Mereka mengaku berpegang kepada sunnah tetapi mereka tidak segan-segan menentang apa yang telah Rasulullah SAW tetapkan. Di bawah ini kami akan membahas berbagai hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh” dan membongkar syubhat salafy nashibi terhadap hadis tesebut.

Hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh” telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi diantaranya Zaid bin Arqam RA, Abu Sa’id Al Khudri RA, Jabir bin Abdullah RA dan Imam Ali AS. Dengan mengumpulkan sanad-sanadnya maka perintah berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Ahlul Bait adalah tsabit dan shahih.

Hadis Zaid bin Arqam RA
Hadis Tsaqalain riwayat Zaid bin Arqam RA dengan lafaz berpegang teguh diriwayatkan oleh Abu Dhuha Muslim bin Shubaih, Abu Thufail dan Habib bin Abi Tsabit. Riwayat Abu Dhuha disebutkan oleh Yaqub bin Sufyan Al Fasawi dalam Ma’rifat Wal Tarikh

حَدَّثَنَا يحيى قَال حَدَّثَنَا جرير عن الحسن بن عبيد الله عن أبي الضحى عن زيد بن أرقم قَال النبي صلى الله عليه وسلم إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب الله عز وجل وعترتي أهل بيتي وإنهما لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض

Telah menceritakan kepada kami Yahya yang berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hasan bin Ubaidillah  dari Abi Dhuha dari Zaid bin Arqam yang berkata Nabi SAW bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang-teguh kepadanya maka kalian tidak akan sesat yaitu Kitab Allah azza wa jalla dan ItrahKu Ahlul Baitku dan keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaKu di Al Haudh [Ma’rifat Wal Tarikh Al Fasawi 1/536]

Riwayat Abu Dhuha telah kami bahas secara khusus dalam pembahasan tersendiri dan sanad ini shahih tanpa keraguan. Yahya syaikh [guru] Ya’qub bin Sufyan adalah Yahya bin Yahya bin Bakir bukan Yahya bin Mughirah As Sa’di karena Yahya bin Mughirah tidak dikenal sebagai gurunya Yaqub Al Fasawi. Jadi Jarir bin Abdul Hamid meriwayatkan hadis ini kepada Yahya bin Yahya bin Bakir dan juga kepada Yahya bin Mughirah As Sa’di. Riwayat Yahya bin Yahya bin Bakir disebutkan oleh Al Fasawi sedangkan riwayat Yahya bin Mughirah As Sa’di disebutkan oleh Al Hakim [Al Mustadrak no 4711].

Hadis Zaid bin Arqam riwayat Abu Thufail disebutkan dalam Al Mustadrak Al Hakim dan Juz Abu Thahir. Yang meriwayatkan dari Abu Thufail [seorang sahabat Nabi] adalah Salamah bin Kuhail dan yang meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail adalah kedua putranya Yahya dan Muhammad serta Syu’aib bin Khalid.

حدثناه أبو بكر بن إسحاق ودعلج بن أحمد السجزي قالا أنبأ محمد بن أيوب ثنا الأزرق بن علي ثنا حسان بن إبراهيم الكرماني ثنا محمد بن سلمة بن كهيل عن أبيه عن أبي الطفيل عن بن واثلة أنه سمع زيد بن أرقم رضى الله تعالى عنه يقول نزل رسول الله صلى الله عليه وسلم بين مكة والمدينة عند شجرات خمس دوحات عظام فكنس الناس ما تحت الشجرات ثم راح رسول الله صلى الله عليه وسلم عشية فصلى ثم قام خطيبا فحمد الله وأثنى عليه وذكر ووعظ فقال ما شاء الله أن يقول ثم قال أيها الناس إني تارك فيكم أمرين لن تضلوا إن اتبعتموهما وهما كتاب الله وأهل بيتي عترتي ثم قال أتعلمون إني أولى بالمؤمنين من أنفسهم ثلاث مرات قالوا نعم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كنت مولاه فعلي مولاه

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ishaq dan Da’laj bin Ahmad Al Sijziiy yang keduanya bekata telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ayub yang menceritakan kepada kami Al ‘Azraq bin Ali yang menceritakan kepada kami Hasan bin Ibrahim Al Kirmani yang berkata menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah bin Kuhail dari Ayahnya dari Abu Thufail bin Watsilah yang mendengar Zaid bin Arqam RA berkata “Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat di antara Mekkah dan Madinah di dekat pohon-pohon yang teduh dan orang-orang membersihkan tanah di bawah pohon-pohon tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mendirikan shalat, setelah itu Beliau SAW berbicara kepada orang-orang. Beliau memuji dan mengagungkan Allah SWT, memberikan nasehat dan mengingatkan kami. Kemudian Beliau SAW berkata ”Wahai manusia, Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah dan Ahlul BaitKu, ItrahKu. Kemudian Beliau SAW berkata tiga kali “Bukankah Aku ini lebih berhak terhadap kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri. Orang-orang menjawab “Ya”. Kemudian Rasulullah SAW berkata” Barangsiapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka Ali adalah juga maulanya. [Mustadrak Ash Shahihain no 4577]

Al Hakim berkata setelah meriwayatkan hadis ini ”shahih sesuai syarat Bukhari Muslim”. Setelah kami teliti kembali pernyataan Al Hakim tidaklah benar. Hadis ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqah kecuali Al Azraq bin Ali dan Muhammad bin Salamah bin Kuhail [keduanya bukan perawi Bukhari Muslim]. Al Azraq bin Ali adalah perawi yang shaduq hasanul hadis sedangkan Muhammad bin Salamah bin Kuhail adalah perawi dhaif yang dapat dijadikan i’tibar.

Syaikh Abu Bakr bin Ishaq Al Faqih disebutkan oleh Adz Dzahabi kalau ia seorang Imam Allamah Al Muhaddis Syaikh Al Islam [As Siyar 15/483 no 274]
Da’laj bin Ahmad disebutkan oleh Al Khatib kalau ia seorang yang tsiqat tsabit [Tarikh Baghdad 8/383 no 4495]
Muhammad bin Ayub adalah Muhammad bin Ayub bin Yahya bin Dhurais Al Bajali. Adz Dzahabi menyebutnya “muhaddis tsiqat” [As Siyar 13/449 no 222]. Al Khalili berkata “tsiqat muttafaq alaihi” [Al Irsyad 2/144]
Al ‘Azraq bin Ali seorang perawi yang shaduq hasanul hadis. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan telah meriwayatkan darinya para hafizh yang tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 376]
Hasan bin Ibrahim Al Kirmani seorang perawi Bukhari Muslim. Ibnu Main dan Ibnu Madini menyatakan tsiqat. Abu Zur’ah berkata “tidak ada masalah”. Ahmad menggolongkannya sebagai seorang yang shaduq. Nasa’i berkata “tidak kuat”[At Tahdzib juz 2 no 447]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat” [Al Kasyf no 995]
Muhammad bin Salamah bin Kuhail termasuk perawi yang dhaif tetapi dapat dijadikan i’tibar. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 7 no 10505]. Abu Hatim mengatakan kalau Muhammad bin Salamah lebih disukai dibanding saudaranya Yahya dan Muhammad bin Salamah lebih didahulukan dibanding Yahya [Al Jarh Wat Ta’dil 7/276 no 1493]. Daruquthni berkata “dijadikan i’tibar” [Su’alat Al Barqani no 539]
Salamah bin Kuhail adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad berkata “mutqin dalam hadis”. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Al Ijli, Abu Zur’ah, Abu Hatim, Nasa’i, Ibnu Hibban, Yaqub bin Syaibah menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 269].
Muhammad bin Salamah bin Kuhail diikuti oleh Yahya bin Salamah bin Kuhail sebagaimana disebutkan dalam Juz Abu Thahir dengan sanad dari Qasim bin Zakaria bin Yahya dari Yusuf bin Musa dari Ubaidillah bin Musa dari Yahya bin Salamah bin Kuhail dari ayahnya dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam [Juz Abu Thahir no 143]. Para perawinya tsiqah kecuali Yahya bin Salamah bin Kuhail seorang yang matruk sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar [At Taqrib 2/304].

Selain Yahya, Muhammad bin Salamah juga memiliki mutaba’ah dari Syu’aib bin Khalid yang juga disebutkan dalam Juz Abu Thahir dengan jalan sanad dari Abu Bakar Qasim bin Zakaria bin Yahya dari Muhammad bin Humaid dari Harun bin Mughirah dari Amr bin Abi Qais dari Syu’aib bin Khalid dari Salamah bin Kuhail dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam [Juz Abu Thahir no 142]. Hadis ini para perawinya tsiqat kecuali Muhammad bin Humaid, ia seorang yang dhaif. Ibnu Ma’in, Muhammad bin Yahya Adz Dzahiliy, Ahmad, dan Ja’far bin Abi Utsman Ath Thayalisi telah menta’dilkannya. Nasa’i berkata “tidak tsiqat”. Ia didustakan oleh Shalih bin Muhammad, Abu Zur’ah dan Ibnu Khirasy. Yaqub bin Syaibah berkata “banyak meriwayatkan hadis munkar” [At Tahdzib juz 9 no 181]. Ibnu Hajar berkata “seorang hafizh yang dhaif” [At Taqrib 2/69].

Secara keseluruhan riwayat Salamah bin Kuhail dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam kedudukannya hasan lighairihi karena riwayat Muhammad bin Salamah bin Kuhail dikuatkan oleh riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam serta riwayat Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqam. Riwayat Habib bin Abi Tsabit disebutkan dalam Sunan Tirmidzi

حدثنا علي بن المنذر كوفي حدثنا محمد بن فضيل قال حدثنا الأعمش عن عطية عن أبي سعيد و الأعمش عن حبيب بن أبي ثابت عن زيد بن أرقم رضي الله عنهما قالا قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا بعدي أحدهما أعظم من الآخر كتاب الله حبل ممدود من السماء إلى الأرض وعترتي أهل بيتي ولن يتفرقا حتى يردا علي الحوض فانظروا كيف تخلفوني فيهما

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Mundzir Al Kufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masyi dari Athiyah dari Abu Sa’id dan Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqam RA yang keduanya [Abu Sa’id dan Zaid] berkata Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku tinggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ItrahKu Ahlul BaitKu. Keduanya  tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga Haudh. Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya” [Sunan Tirmidzi 5/663 no 3788]

Hadis Habib bin Abi Tsabit ini sanadnya shahih diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat. Al A’masy dikenal sebagai mudalis martabat kedua [Thabaqat Al Mudallisin no 55] yaitu mudalis yang ’an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih ditambah lagi Al A’masy telah meriwayatkan hadis Tsaqalain dengan lafal ”telah menceritakan kepada kami Habib bin Abi Tsabit” seperti yang tercantum dalam Al Mustadrak no 4576. Habib bin Abi Tsabit juga disebutkan Ibnu Hajar sebagai mudallis tetapi martabat ketiga [Thabaqat Al Mudallisin no 69]. Dalam At Taqrib Ibnu Hajar berkata ”tsiqat banyak mengirsalkan hadis dan melakukan tadlis” tetapi Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf berkata ”perkataan banyak mengirsalkan hadis dan melakukan tadlis perlu diteliti kembali dan tidak shahih” [Tahrir At Taqrib no 1084]

Ali bin Mundzir adalah perawi Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah yang dikenal tsiqat. Ibnu Abi Hatim, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Numair menyatakan tsiqat. Daruquthni dan Maslamah bin Qasim berkata ”tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 7 no 627]. Ibnu Hajar berkata shaduq tasyayyu’ [At Taqrib 1/703] dan dikoreksi dalam Tahrir At taqrib kalau Ali bin Mundzir seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4803]
Muhammad bin Fudhail adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Al Ijli, Ali bin Madini, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin, Yaqub bin Sufyan menyatakan tsiqat. Abu Zur’ah berkata ”shaduq” dan Nasa’i berkata ”tidak ada masalah padanya”. Daruquthni berkata ”tsabit dalam hadis” [At Tahdzib juz 9 no 660]. Ibnu Hajar berkata ”shaduq” [At Taqrib 2/125] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Muhammad bin Fudhail seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 6227]
Sulaiman bin Mihran Al A’masy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Al Ijli dan Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 4 no 386]. Ibnu Hajar menyebutkannya sebagai mudallis martabat kedua yang ‘an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih [Thabaqat Al Mudallisin no 55]
Habib bin Abi Tsabit adalah tabiin perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Al Ijli, Abu Hatim, Al Azdi, Ibnu Ady menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 2 no 323]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat mujtahid faqih” [Al Kasyf no 902] dan Ibnu Hajar berkata “tsiqat faqih banyak melakukan irsal dan tadlis” [At Taqrib 1/183] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa perkataan Ibnu Hajar “banyak melakukan irsal dan tadlis” perlu diteliti kembali dan tidak shahih [Tahrir At Taqrib no 1084]. Tuduhan tadlis kepada Habib bin Abi Tsabit dinyatakan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, tidak ada diantara para ulama sebelumnya yang menyatakan demikian dan perkataan mereka hanya berdasarkan pada hadis-hadis Habib yang dikatakan irsal seperti riwayatnya dari Urwah padahal Habib bin Abi Tsabit memang bertemu dengan Urwah dan riwayatnya dari Urwah tsabit atau shahih [seperti yang dikatakan Abu Dawud]. Ibnu Ady setelah memeriksa hadis-hadis Habib bin Abi Tsabit, ia menyatakan Habib tsiqat tanpa menyebutkan soal tadlis.
Habib bin Abi Tsabit lahir pada tahun 46 H sedangkan Zaid bin Arqam wafat pada tahun 68 H. jadi ketika Zaid wafat Habib berumur 22 tahun dan keduanya tinggal di kufah sehingga sangat memungkinkan bagi Habib bin Abi Tsabit bertemu dengan Zaid bin Arqam dan mendengar hadis darinya. Tidak ada satupun ulama yang menyatakan kalau Habib tidak mendengar dari Zaid atau riwayatnya dari Zaid mursal. Disebutkan bahwa Ali bin Madini berkata “Habib bin Abi Tsabit bertemu dengan Ibnu Abbas, mendengar dari Aisyah dan tidak mendengar dari sahabat lainnya [Jami’ Al Tahsil Fi Ahkam Al Marasil no 117]. Perkataan Ibnu Madini keliru karena telah tsabit bahwa Habib bin Abi Tsabit juga mendengar dari Ibnu Umar sehingga perkataan Ibnu Madini “tidak mendengar dari sahabat lainnya” jelas sekali keliru.

Disebutkan dalam Al Mustadrak no 4576 kalau Habib bin Abi Tsabit meriwayatkan hadis Tsaqalain dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam. Kami katakan keduanya shahih, Habib meriwayatkan dari Zaid bin Arqam dan Habib meriwayatkan dari Abu Thufail dari Zaid. Zaid bin Arqam dan Abu Thufail keduanya adalah sahabat Nabi. Bisa saja dikatakan bahwa riwayat Habib dari Abu Thufail dari Zaid menunjukkan bahwa Habib melakukan tadlis sehingga ia menghilangkan nama Abu Thufail dan meriwayatkan langsung dari Zaid. Kami katakan perkataan ini hanya bersifat dugaan semata dan jika benar maka tadlis yang dilakukannya tidak bersifat cacat karena nama yang Habib hilangkan adalah nama sahabat Nabi yaitu Abu Thufail sehingga kalau mau dikatakan tadlis maka kedudukan Habib adalah mudallis martabat pertama yaitu yang sedikit melakukan tadlis atau ia melakukan tadlis dari perawi yang tsiqat atau adil. Tadlis yang seperti ini jelas bisa dijadikan hujjah.

Abu Dhuha, Abu Thufail dan Habib bin Abi Tsabit ketiganya telah meriwayatkan dari Zaid bin Arqam RA hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh” atau “mengikuti” Itrah Rasul Ahlul Bait Rasul SAW. Dengan mengumpulkan sanad-sanadnya dapat dilihat bahwa hadis dengan lafaz tersebut memang tsabit dari Zaid bin Arqam RA.

.

Hadis Abu Sa’id Al Khudri RA
Telah disebutkan dalam Sunan Tirmidzi di atas dengan jalan sanad dari Ali bin Mundzir dari Muhammad bin Fudhail dari Al A’masy dari Athiyah Al Aufy dari Abu Sa’id Al Khudri RA. Sanad ini hasan para perawinya tsiqat kecuali Athiyah Al Aufy seorang yang hadisnya hasan. Pembahasan tentang kredibilitas beliau terdapat dalam thread khusus. Sebagian ulama menta’dilkan Athiyah dan sebagian yang lain mendhaifkannya. Mereka yang mendhaifkan Athiyyah tidak memiliki alasan yang kuat kecuali kalau Athiyyah dinyatakan melakukan tadlis syuyukh. Dan telah dibuktikan kalau tuduhan tadlis syuyukh terhadap Athiyyah tidak tsabit sehingga pendapat yang rajih adalah pendapat ulama yang menta’dilkan Athiyyah Al Aufy. Selain Al A’masy, yang meriwayatkan dari Athiyyah adalah Abdul Malik bin Abi Sulaiman

حدثنا عبد الله قال حدثني أبي قثنا بن نمير قثنا عبد الملك بن أبي سليمان عن عطية العوفي عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اني قد تركت فيكم ما ان أخذتم به لن تضلوا بعدي الثقلين واحد منهما أكبر من الآخر كتاب الله حبل ممدود من السماء الى الأرض وعترتي أهل بيتي الا وانهما لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Athiyyah Al Aufiy dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan sesat sepeninggalKu Ats Tsaqalain, dimana salah satunya lebih besar dari yang lainnya yaitu Kitab Allah tali Allah yang terbentang antara langit dan bumi dan Itrahku Ahlul Baitku. Dan keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiku di telaga Al Haudh [Fadhail As Shahabah no 990]

Hadis Abu Sa’id Al Khudri ini sanadnya hasan. Diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Athiyyah Al Aufy seorang yang hadisnya hasan

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam yang tsiqat [At Taqrib 1/477]. Al Khatib berkata ”tsiqat tsabit”. Nasa’i dan Daruquthni menyatakan tsiqat. Al Khalal menyatakan ia shalih shaduq [At Tahdzib juz 5 no 246]
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal adalah Al Hafizh Tsiqat Faqih Hujjah [At Taqrib 1/44 no 96]. Abu Hatim berkata ”imam hujjah”. Al Ijli berkata ”tsiqat tsabit”. Nasa’i berkata ”tsiqat ma’mun”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata ”tsiqat tsabit shaduq meriwayatkan banyak hadis” [At Tahdzib juz 1 no 126]
Abdullah bin Numair Al Hamdani adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Al Ijli dan Ibnu Sa’ad berkata ”tsiqat” [At Tahdzib juz 6 no 110]. Ibnu Hajar berkata ”tsiqat” [At Taqrib 1/542]
Abdul Malik bin Abi Sulaiman adalah perawi Bukhari dalam Ta’liq Shahih Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad, Ibnu Ma’in, Ibnu Ammar, Yaqub bin Sufyan, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, Tirmidzi menyatakan ia tsiqat. Al Ijli berkata ”tsabit dalam hadis”. Abu Zur’ah berkata ”tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 6 no 751]. Ibnu Hajar berkata ”shaduq lahu awham” [At Taqrib 1/616] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Abdul Malik bin Abi Sulaiman seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4184]
Athiyyah bin Sa’ad bin Junadah Al Aufiy adalah tabiin yang hadisnya hasan. Ibnu Sa’ad berkata ”seorang yang tsiqat, insya Allah memiliki hadis-hadis yang baik dan sebagian orang tidak menjadikannya sebagai hujjah” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/304]. Al Ijli berkata ”tsiqat dan tidak kuat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 1255]. Ibnu Syahin memasukkannya sebagai perawi tsiqat dan mengutip Yahya bin Ma’in yang berkata ”tidak ada masalah padanya” [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 1023]. At Tirmidzi telah menghasankan banyak hadis Athiyyah Al Aufiy dalam kitab Sunan-nya. Sebagian ulama mendhaifkannya seperti Sufyan, Ahmad dan Ibnu Hibban serta yang lainnya dengan alasan tadlis syuyukh. Telah kami buktikan kalau tuduhan ini tidaklah tsabit sehingga yang rajih adalah penta’dilan terhadap Athiyyah.
Imam Bukhari berkata “Ahmad berkata tentang hadis Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Athiyyah dari Abu Sa’id bahwa Nabi SAW bersabda “aku tinggalkan untuk kalian Ats Tsaqalain” hadis orang-orang kufah yang mungkar [Tarikh As Saghir juz 1 no 1300]. Perkataan Ahmad bin Hanbal ini sangat jelas kebathilannya. Hadis Tsaqalain tidak hanya diriwayatkan oleh Abdul Malik dari Athiyyah dari Abu Sa’id tetapi telah diriwayatkan dengan banyak jalan dan diantaranya terdapat jalan yang shahih seperti halnya riwayat Zaid bin Arqam sebelumnya. Jika dikatakan “munkar” itu terletak pada matan-nya maka kami katakan jelas itu mengada-ada, justru tindakan menentang kabar shahih lebih patut untuk dikatakan “munkar”. Perkataan Ahmad ini bisa jadi didasari oleh pendapatnya terhadap Athiyyah dimana ia memandangnya dhaif karena tadlis syuyukh Athiyyah dari Al Kalbi sehingga Ahmad bin Hanbal mengira hadis ini adalah bagian dari kedustaan Al Kalbi. Tentu saja perkiraan ini hanya berlandaskan pada tuduhan yang keliru sebagaimana telah kami buktikan kalau tuduhan tadlis syuyukh terhadap Athiyyah tidaklah tsabit. Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya telah salah dalam menilai Athiyyah.
.

Hadis Jabir bin Abdullah RA
Hadis Jabir bin Abdullah dengan lafaz “berpegang teguh” diriwayatkan dengan jalan sanad dari Zaid bin Hasan Al Anmathi dari Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya dari Jabir RA. Sanad tersebut hasan, Zaid bin Hasan Al Anmathi seorang yang shaduq hasanul hadis dan ia memiliki mutaba’ah dari Hatim bin Ismail dan Ibrahim bin Al Muhajir Al Azdi

حدثنا نصر بن عبد الرحمن الكوفي حدثنا زيد بن الحسن هو الأنماطي عن جعفر بن محمد عن أبيه عن جابر بن عبد الله قال رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم في حجته يوم عرفة وهو على ناقته القصواء يخطب فسمعته يقول يا أيها الناس إني قد تركت فيكم ما إن أخذتم به لن تضلوا كتاب الله وعترتي أهل بيتي

Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Abdurrahman Al Kufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hasan, ia Al Anmathi dari Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya dari Jabir bin Abdullah yang berkata Aku melihat Rasululah SAW saat melaksanakan haji di arafah, ketika itu Beliau sedang berkhutbah di atas untanya Al Qashwa’. Aku mendengar Beliau SAW bersabda ”Wahai manusia sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian yang jika kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah dan Itrahku Ahlul Baitku” [Sunan Tirmidzi 5/662 no 3786]

Hadis ini sanadnya hasan. Para perawinya tsiqat kecuali Zaid bin Hasan Al Anmathi seorang yang shaduq hasanul hadis. Ibnu Hibban dan Tirmidzi menta’dilkannya, telah meriwayatkan darinya banyak perawi tsiqat. Abu Hatim berkata ”munkar al hadis”. Abu Hatim menyendiri dalam menjarh Zaid bin Hasan dan ia terkenal ulama yang mutasyadud [berlebihan] dalam mencacatkan perawi. Cukup dikenal kalau Abu Hatim banyak mencacatkan perawi shahih. Oleh karena itu jarh Abu Hatim yang menyendiri tidak bisa dijadikan hujjah jika terdapat penta’dilan oleh ulama lain.

Nashr bin Abdurrahman Al Kufi adalah perawi Tirmidzi dan Ibnu majah yang tsiqat. Nasa’i dan Maslamah menyatakan ”tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 776]. Ibnu Hajar berkata ”tsiqat” [At Taqrib 2/243]
Zaid bin Hasan Al Anmathi adalah perawi Tirmidzi seorang yang shaduq hasanul hadis. Telah meriwayatkan darinya para perawi tsiqat seperti Ishaq bin Rahawaih, Sa’id bin Sulaiman Al Wasithi, Ali bin Madini, Nashr bin Abdurrahman Al Kufi dan yang lainnya. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abu Hatim berkata ”munkar al hadits” [At Tahdzib juz 3 no 741]. Bukhari telah menyebutkan Zaid bin Hasan tanpa menyebutkan jarh maupun ta’dil [Tarikh Al Kabir juz 3 no 1306]. At Tirmidzi berkata ”hadis ini hasan gharib dari jalur ini” dan ”Zaid bin Hasan telah meriwayatkan darinya Sa’id bin Sulaiman dan lebih dari seorang ahlul ilmu” [Sunan Tirmidzi no 3786]. Penta’dilan Ibnu Hibban dan Tirmidzi serta penyebutan Al Bukhari tanpa jarh maupun ta’dil ditambah lagi telah meriwayatkan darinya para perawi tsiqat dan hafizh maka kedudukan Zaid bin Hasan Al Anmathi adalah shaduq hasanul hadis. Pencacatan Abu Hatim tidak bisa dijadikan hujjah karena dua alasan yaitu pertama Abu Hatim terkenal mutasyadud atau berlebihan dalam mencacat perawi sehingga dikenal ia banyak mencacatkan perawi shahih. Kedua perkataan ”munkar al hadits” bisa jadi merujuk pada perkataan Ahmad ketika disebutkan hadis Tsaqalain riwayat Athiyyah bahwa hadis tersebut munkar sehingga ketika Zaid bin Hasan meriwayatkan hadis ini, Abu Hatim menyatakan hadisnya mungkar.
Ja’far bin Muhammad adalah seorang Imam yang tsiqat. Syafi’i, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Ibnu Adiy, Ibnu Hibban, dan Nasa’i berkata ”tsiqat”. As Saji berkata ”shaduq ma’mun” [At Tahdzib juz 2 no 156]. Ibnu Hajar berkata ”shaduq faqih imam” [At Taqrib 1/163]. Pendapat yang benar adalah Beliau seorang yang tsiqat dan imam yang faqih.
Muhammad bin Ali bin Husain adalah seorang Imam yang tsiqat. Ibnu Sa’ad dan Al Ijli berkata ”tsiqat”. Ibnul Barqi berkata ”faqih yang utama”. Nasa’i berkata fuqaha penduduk Madinah dari golongan tabiin”. [At Tahdzib juz 9 no 582]. Ibnu Hajar berkata ”tsiqat fadhl” [At Taqrib 2/114]
Sudah jelas kedudukan hadis Jabir ini hasan. Salafy nashibi berusaha melemahkan hadis Jabir dengan mencacatkan Zaid bin Hasan Al Anmathi. Mereka dengan senangnya bertaklid pada perkataan Abu Hatim. Telah disebutkan sebelumnya kalau jarh Abu Hatim yang menyendiri tidak bisa dijadikan hujjah jika terdapat penta’dilan ulama lain. Perhatikan perkataan Adz Dzahabi berikut

إذا وثق أبو حاتم رجلاً فتمسك بقوله فإنه لا يوثق إلا رجلاً صحيح الحديث وإذا لين رجلاً أو قال لا يحتج به فتوقف حتى ترى ما قال غيره فيه فإن وثقه أحد فلا تبن على تجريح أبي حاتم فإنه متعنت في الرجال قد قال في طائفة من رجال الصحاح ليس بحجة  ليس بقوي أو نحو ذلك

Jika Abu Hatim menyatakan tsiqah kepada seorang perawi maka ambillah karena ia tidaklah menyatakan tsiqat kecuali pada perawi yang shahih hadisnya dan jika ia menyatakan layyin (melemahkan) seorang perawi atau mengatakan “tidak bisa dijadikan hujjah” maka bertawaqquflah sampai diketahui perkataan ulama lain tentang perawi tersebut dan jika ada ulama lain menyatakan tsiqat maka tak perlu dianggap pencacatan Abu Hatim karena ia suka mencari-cari kesalahan perawi, ia sering mengatakan pada perawi-perawi shahih “bukan hujjah” dan “tidak kuat” atau perkataan yang lainnya [As Siyar 13/260]

Zaid bin Hasan telah dita’dilkan oleh Ibnu Hibban dan Tirmidzi. Bukhari menyebutkan tentangnya tanpa menyebutkan adanya cacat seperti yang dikatakan Abu Hatim. Dan telah meriwayatkan dari Zaid sekumpulan perawi tsiqat. Keterangan ini semua cukup untuk menyatakan kalau Zaid bin Hasan seorang yang shaduq hasanul hadis. Riwayat Zaid bin Hasan dari Ja’far bin Muhammad ternyata memiliki mutaba’ah dari Ibrahim bin Muhajir Al Azdi Al Kufi yang disebutkan oleh Al Khatib [Al Muttafaq Wal Muftariq 2/31 no 78] dan Hatim bin Ismail yang disebutkan oleh Abdul Karim bin Muhammad Ar Rafi’i [Tadwin Fi Akhbar Qazwin 2/266]. Ibrahim bin Muhajir disebutkan biografinya oleh Ibnu Hajar tanpa menyebutkan jarh maupun ta’dil [At Tahdzib juz 1 no 302] sedangkan Hatim bin Isma’il adalah perawi yang tsiqat. Yahya bin Ma’in, Daruquthni, Ibnu Hibban, Al Ijli dan Adz Dzahabi menyatakan tsiqat [Tahrir At Taqrib no 994]
.

Hadis Ali bin Abi Thalib RA
Hadis Ali bin Abi Thalib RA ini diriwayatkan dengan jalan sanad dari Katsir bin Zaid Al Aslamiy dari Muhammad bin Umar bin Ali dari Ayahnya dari Ali RA.

حَدَّثَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ قَالَ ثنا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ قَالَ ثنا كَثِيرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيٍّ  أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَضَرَ الشَّجَرَةَ بِخُمٍّ فَخَرَجَ آخِذًا بِيَدِ عَلِيٍّ فَقَالَ  يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ رَبُّكُمْ ؟ قَالُوا  بَلَى قَالَ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أَوْلَى بِكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ مَوْلَيَاكُمْ ؟ قَالُوا بَلَى قَالَ فَمَنْ كُنْت مَوْلَاهُ فَإِنَّ هَذَا مَوْلَاهُ أَوْ قَالَ فَإِنَّ عَلِيًّا مَوْلَاهُ شَكَّ ابْنُ مَرْزُوقٍ إنِّي قَدْ تَرَكْت فِيكُمْ مَا إنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ بِأَيْدِيكُمْ وَأَهْلَ بَيْتِي

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Marzuq yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amir Al Aqadiy yang berkata telah menceritakan kepadaku Katsir bin Zaid dari Muhammad bin Umar bin Ali dari Ayahnya dari Ali bahwa Nabi SAW berteduh di Khum kemudian Beliau keluar sambil memegang tangan Ali. Beliau berkata “wahai manusia bukankah kalian bersaksi bahwa Allah azza wajalla adalah Rabb kalian?. Orang-orang berkata “benar”. Bukankah kalian bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih berhak atas kalian lebih dari diri kalian sendiri dan Allah azza wajalla dan Rasul-Nya adalah mawla bagi kalian?. Orang-orang berkata “benar”. Beliau SAW berkata “maka barangsiapa yang menjadikan Aku sebagai mawlanya maka dia ini juga sebagai mawlanya” atau [Rasul SAW berkata] “maka Ali sebagai mawlanya” [keraguan ini dari Ibnu Marzuq]. Sungguh telah Aku tinggalkan bagi kalian yang jika kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah yang berada di tangan kalian dan Ahlul Bait-Ku” [Musykil Al Atsar Ath Thahawi 3/56]

Ibrahim bin Marzuq yang meriwayatkan hadis ini dari Abu ‘Amir memiliki mutaba’ah dari Sulaiman bin Ubaidillah Al Ghailaniy sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abi Ashim [As Sunnah no 1558]. Sulaiman bin Ubaidillah Al Gahilany adalah seorang yang tsiqat. Abu Hatim berkata “shaduq”. Nasa’i berkata “tsiqat”. Maslamah berkata “tidak ada masalah” dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 356]

Ibrahim bin Marzuq adalah seorang yang tsiqat. Abu Hatim berkata “tsiqat shaduq” [Al Jarh Wat Ta’dil 2/137 no 439]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 8 no 12359]. Nasa’i berkata “tidak ada masalah”. Ibnu Yunus berkata “tsiqat tsabit”. Sa’id bin Utsman menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 290]
Abu ‘Amir Al Aqadiy adalah Abdul Malik bin Amr Al Qaisiy perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in dan Abu Hatim berkata “shaduq”. Nasa’i berkata “tsiqat ma’mun”. Ibnu Sa’ad, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin dan Utsman Ad Darimi berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 6 no 764]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/617]
Katsir bin Zaid Al Aslamy adalah seorang yang tsiqat. Ahmad berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Ma’in terkadang berkata “tidak ada masalah” terkadang berkata “shalih” terkadang berkata “laisa bi dzaka”. Ibnu Ammar Al Maushulliy berkata “tsiqat”. Malik bin Anas meriwayatkan darinya dan itu berarti Malik menganggap Katsir tsiqat karena Malik hanya meriwayatkan dari perawi tsiqat. Abu Zur’ah berkata “jujur tetapi ada kelemahan”. Abu Hatim berkata “shalih, tidak kuat tetapi ditulis hadisnya”. Nasa’i berkata “dhaif”. Ibnu Ady berkata “menurutku tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 8 no 745]. Ibnu Hajar berkata “shaduq yukhti’u” [At Taqrib 2/38] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Katsir bin Zaid Al Aslamy seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir At Taqrib no 5611]
Muhammad bin Umar bin Ali adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 5 no 5171]. Daruquthni menyatakan tsiqat [Su’alat Al Barqani no 85]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/117]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat” [Al Kasyf no 5073]
Umar bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang tsiqat. Al Ijli dan Ibnu Hibban menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 807]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/724]. Daruquthni menyatakan tsiqat [Su’alat Al Barqani no 85]
Pendapat yang benar adalah hadis ini shahih seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Mathalib Al Aliyah no 3943. Selain Ibrahim bin Marzuq dan Sulaiman bin Ubaidillah, Ishaq juga meriwayatkan hadis ini dari Abu ‘Amir Al Aqadiiy sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar [Al Mathalib Al Aliyah no 3943]. Sebagian pengikut salafy mencacatkan hadis ini dengan melemahkan Katsir bin Zaid Al Aslamy. Kami katakan pendapat mereka itu keliru, yang rajih dalam hal ini adalah Katsir bin Zaid seorang yang tsiqah. Telah kami sebutkan sebelumnya bahwa diantara yang menta’dilkan Katsir bin Zaid adalah Ahmad, Ibnu Ma’in, Malik bin Anas, Ibnu Hibban, Ibnu Ammar, dan Ibnu Ady. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 1179]. Bukhari telah menshahihkan hadis Katsir bin Zaid, Imam Tirmidzi bertanya kepada Bukhari tentang hadis Katsir bin Zaid dari Walid bin Rabah dari Abu Hurairah. Bukhari berkata “itu hadis shahih, Katsir mendengar dari Walid dan Walid mendengar dari Abu Hurairah, Walid “muqarib al hadits” [Ilal Tirmidzi 1/260 no 475]. Yahya Al Qaththan menyatakan Katsir shaduq dan menghasankan hadisnya [Bayan Al Waham 5/211]. Al Bazzar berkata “Katsir hadisnya baik” [Syarh Sunan Ibnu Majah Al Mughlathay 1/250]

Disebutkan kalau Ibnu Ma’in mengatakan hal yang berselisih tentangnya. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Khaitsamah dari Ibnu Ma’in yang berkata “tidak kuat” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/150 no 841]. Diriwayatkan dari Muawiyah bin Shalih dan Mufadhdhal bin Ghasan dari Ibnu Ma’in yang berkata “shalih”. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad Ad Dawraqi dari Ibnu Ma’in yang berkata “tidak ada masalah padanya” [Tahdzib Al Kamal no 4941]. Ibnu Ady meriwayatkan dengan sanad yang shahih

حدثنا علان ثنا بن أبي مريم سمعت يحيى بن معين قال كثير بن زيد ثقة

Telah menceritakan kepada kami ‘Alan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam yang berkata aku mendengar Yahya bin Ma’in berkata “Katsir bin Zaid tsiqat” [Al Kamil Ibnu Ady 6/67]

Riwayat ini shahih dari Ibnu Ma’in karena ‘Alan dan Ibnu Abi Maryam keduanya tsiqat

‘Alan adalah Ali bin Ahmad bin Sulaiman seorang Imam Muhaddis yang tsiqat dan banyak meriwayatkan hadis [As Siyar 14/496 no 279]
Ibnu Abi Maryam adalah Ahmad bin Sa’id bin Abi Maryam seorang yang tsiqat. Ia syaikh [guru] Abu Dawud dan Nasa’i. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Maslamah bin Qasim dan Baqi bin Makhlad menyatakan “tsiqat” [Tahrir At Taqrib no 36]
Jadi penukilan Ibnu Ma’in menta’dilkan Katsir bin Zaid lebih banyak dan sanadnya shahih maka yang rajih dalam perkara ini adalah Ibnu Ma’in menyatakan Katsir tsiqat sedangkan penukilan Ibnu Abi Khaitsamah bisa saja diartikan bahwa pada awalnya Ibnu Ma’in menganggap Katsir tidak kuat tetapi setelah itu Ibnu Ma’in rujuk dari pandangannya dan menganggap Katsir bin Zaid tsiqat.

Mereka yang mencacatkan Katsir bin Zaid tidak menyebutkan satupun alasan pencacatan mereka ditambah lagi pada dasarnya mereka juga menta’dil Katsir bin Zaid. Abu Zur’ah menyatakan ia shaduq tetapi ada kelemahan padanya dan Abu Hatim berkata shalih tidak kuat dan ditulis hadisnya. Jarh seperti ini bisa berarti seorang yang hadisnya hasan apalagi jika si perawi dita’dilkan oleh ulama lain. Nasa’i menyendiri menyatakan Katsir bin Zaid dhaif tanpa menyebutkan alasannya apalagi dikenal kalau Nasa’i termasuk ulama mustayadud yang ketat dalam menjarh perawi hadis. Oleh karena itu pencacatan terhadap Katsir bin Zaid tidaklah kuat.

Sebagian pengikut salafy juga menukil bahwa Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang Katsir bin Zaid “tidak bisa dijadikan hujjah” [At Tahdzib juz 8 no 745]. Kutipan Ibnu Jarir ini tidaklah tsabit karena Ibnu Jarir sendiri dalam kitabnya Tahdzib Al Atsar telah berhujjah dengan Katsir bin Zaid Al Aslamy [Tahdzib Al Atsar no 897] dan Ali Al Hindi penulis kitab Al Kanz justru menulis hadis Tsaqalain riwayat Katsir bin Zaid ini dan mengutip bahwa Ibnu Jarir menshahihkannya [Al Kanz 1/576 no 1650]. Kesimpulannya Katsir bin Zaid Al Aslamy adalah perawi yang tsiqat dan hadis Ali bin Abi Thalib RA ini shahih. Wallahu ‘alam

.

Syubhat Salafy Yang Mendistorsi Hadis Tsaqalain
Salafy yang ngakunya pengikut sunnah mengalami kebingungan dalam menghadapi hadis Tsaqalain. Mereka susah menerima kenyataan bahwa Ahlul Bait telah ditetapkan oleh Rasul SAW sebagai pedoman bagi umat islam. Oleh karena itu mereka mencari berbagai dalih untuk mendistorsi hadis tsaqalain sehingga tidak memberatkan mahzab mereka. Syubhat salafy yang populer mengenai hadis Tsaqalain hanyalah bertaklid kepada talbis Ibnu Taimiyyah yaitu Hadis Tsaqalain tidak menyatakan harus berpegang teguh kepada Ahlul Bait tetapi berpegang teguh kepada Kitab Allah  saja sedangkan pesan tentang Ahlul Bait adalah kita harus memuliakan, mencintai dan menghormati Ahlul Bait. Perkataan ini tidak diragukan adalah perkataan baik yang ditujukan untuk kebathilan. Mereka mengaku mencintai. Memuliakan dan menghormati Ahlul Bait tetapi menolak menjadikan Ahlul Bait sebagai pedoman. Diantara hadis yang mereka jadikan hujjah adalah kedua hadis berikut

عن يزيد بن حيان. قال  انطلقت أنا وحصين بن سبرة وعمر بن مسلم إلى زيد بن أرقم. فلما جلسنا إليه قال له حصين: لقد لقيت، يا زيد! خيرا كثيرا. رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم. وسمعت حديثه. وغزوت معه. وصليت خلفه. لقد لقيت، يا زيد خيرا كثيرا. حدثنا، يا زيد! ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم. قال: يا ابن أخي! والله! لقد كبرت سني. وقدم عهدي. ونسيت بعض الذي كنت أعي من رسول الله صلى الله عليه وسلم. فما حدثتكم فاقبلوا. وما لا، فلا تكلفونيه. ثم قال: قام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما فينا خطيبا. بماء يدعى خما. بين مكة والمدينة. فحمد الله وأثنى عليه. ووعظ وذكر. ثم قال “أما بعد. ألا أيها الناس! فإنما أنا بشر يوشك أن يأتي رسول ربي فأجيب. وأنا تارك فيكم ثقلين: أولهما كتاب الله فيه الهدى والنور فخذوا بكتاب الله. واستمسكوا به” فحث على كتاب الله ورغب فيه. ثم قال “وأهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي”. فقال له حصين: ومن أهل بيته؟ يا زيد! أليس نساؤه من أهل بيته؟ قال: نساؤه من أهل بيته. ولكن أهل بيته من حرم الصدقة بعده. قال: وهم؟ قال: هم آل علي، وآل عقيل، وآل جعفر، وآل عباس. قال: كل هؤلاء حرم الصدقة؟ قال: نعم.

Dari Yaziid bin Hayyaan, ia berkata  “Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Hushain bin Sabrah dan ‘Umar bin Muslim. Setelah kami duduk. Hushain berkata kepada Zaid bin Arqam ‘Wahai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Engkau telah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, engkau mendengar sabda beliau, engkau berperang menyertai beliau, dan engkau telah shalat di belakang beliau. Sungguh, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak wahai Zaid. Oleh karena itu, sampaikanlah kepada kami – wahai Zaid – apa yang engkau dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam’. Zaid bin Arqam berkata : ‘Wahai keponakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu, maka terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah engkau memaksaku untuk menyampaikannya’. Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan  ‘Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah di suatu tempat perairan yang bernama Khum yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu Beliau bersabda ‘Amma ba’d. Ketahuilah wahai saudara-saudara sekalian bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan kepada kalian Ats-Tsaqalain yaitu Pertama, Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu ambillah ia dan berpegang teguhlah kalian kepadanya’. Beliau menghimbau pengamalan Kitabullah. Kemudian beliau melanjutkan “dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku’ – beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali – . Hushain bertanya kepada Zaid bin Arqam ‘Wahai Zaid, siapakah ahlul-bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Bukankah istri-istri beliau adalah ahlul-baitnya ?’. Zaid bin Arqam menjawab ‘Istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang ahlul-baitnya. Namun ahlul-bait beliau adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau’. Hushain berkata ‘Siapakah mereka itu ?’. Zaid menjawab ‘Mereka adalah keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga ‘Abbas’. Hushain berkata ‘Apakah mereka semua itu diharamkan menerima zakat ?’. Zaid menjawab ‘Ya’ [Shahih Muslim no. 2408].

عن يزيد بن حيان عن زيد بن أرقم قال دخلنا عليه فقلنا له لقد رأيت خيرا صحبت رسول الله صلى الله عليه و سلم وصليت خلفه ؟ فقال نعم وإنه صلى الله عليه و سلم خطبنا فقال إني تارك فيكم كتاب الله هو حبل الله من اتبعه كان على الهدى ومن تركه كان على الضلالة

Dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam, ia [Yazid] berkata “kami masuk menemuinya dan kami berkata “sungguh engkau memiliki kebaikan sebagai sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan shalat di belakang Beliau”. Zaid berkata “benar dan sesungguhnya Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berkhutbah kepada kami “Sesungguhnya aku akan meninggalkan kepada kalian Kitabullah. Ia adalah tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya, maka ia berada di atas petunjuk. Dan barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia berada dalam kesesatan [Shahih Ibnu Hibban no 123 Syaikh Syu’aib berkata “shahih dengan syarat Muslim”]

Menurut salafy kedua hadis Zaid bin Arqam ini menunjukkan perintah berpegang teguh kepada Kitab Allah dan tidak ada penyebutan soal berpegang teguh kepada Ahlul Bait. Yang ada hanyalah perkataan bahwa Rasulullah SAW mengingatkan tentang Ahlul Bait.

Tentu saja cara pendalilan salafy ini sangat bathil dan hanyalah penolakan mereka terhadap hadis yang shahih. Telah ditunjukkan bahwa lafaz “berpegang teguh kepada Ahlul Bait” shahih dari Rasulullah SAW. Diantaranya kami menunjukkan bahwa riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam menyebutkan lafaz “berpegang teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait”. Walaupun terdapat hadis lain yaitu riwayat Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam yang hanya menyebutkan lafaz “berpegang teguh kepada Kitab Allah” saja, tidaklah berarti riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam menjadi tertolak. Justru kalau kita menggabungkan keduanya maka hadis Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam melengkapi hadis Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam. Menjamak keduanya jelas lebih tepat dan hasil penggabungan keduanya adalah Rasulullah SAW menetapkan “berpegang teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait”. Hal yang sangat ma’ruf bahwa penetapan yang satu bukan berarti menafikan yang satunya. Apalagi jika terdapat dalil shahih penetapan keduanya maka dalil penetapan yang satu harus dikembalikan kepada penetapan keduanya.

Seandainyapun kita diharuskan mentarjih salah satu riwayat maka riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam lebih didahulukan dibanding riwayat Yazid bin Hayyan dari Zaid dengan alasan

Abu Dhuha lebih tsiqat dan tsabit dibanding Yazid bin Hayyan. Abu Dhuha atau Muslim bin Shubaih telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Abu Zur’ah, Ibnu Hibban, Nasa’i, Ibnu Sa’ad dan Al Ijli [At Tahdzib juz 10 no 237]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat fadhl” [At Taqrib 2/179]. Sedangkan Yazid bin Hayyan dinyatakan tsiqat oleh Nasa’i dan Ibnu Hibban saja [At Tahdzib juz 11 no 520]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/323]
Riwayat Abu Dhuha dari Zaid telah dikuatkan oleh riwayat Jabir, Abu Sa’id dan Imam Ali seperti yang telah kami bahas di atas.
Apalagi dalam riwayat Yazid bin Hayyan dari Zaid terdapat lafal dimana Zaid berkata “aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Bukankah ini menunjukkan kalau hadis yang mengandung lafal seperti ini membutuhkan penjelasan dari hadis lain. Kami akan menunjukkan hadis Yazid bin Hayyan dari Zaid yang bertentangan soal apakah istri Nabi SAW termasuk Ahlul Bait atau bukan? Dimana Zaid berkata dari Rasulullah SAW yang bersabda

وإني تارك فيكم ثقلين أحدهما كتاب الله عز و جل هو حبل الله من اتبعه كان على الهدى ومن تركه كان على ضلالة وفيه فقلنا من أهل بيته ؟ نساؤه ؟ قال لا وايم الله إن المرأة تكون مع الرجل العصر من الدهر ثم يطلقها فترجع إلى أبيها وقومها أهل بيته أصله وعصبته الذين حرموا الصدقة بعده

“Sesungguhnya aku akan meninggalkan kepada kalian Ats Tsaqalain, salah satunya adalah Kitabullah Azza wajalla . Ia adalah tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya, maka ia berada di atas petunjuk. Dan barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia berada dalam kesesatan. Kami bertanya “siapakah Ahlul Bait?” istri-istri Beliau?”. Zaid menjawab “tidak, demi Allah seorang wanita [istri] hidup dengan suaminya dalam masa tertentu jika suaminya menceraikannya dia akan kembali ke orang tua dan kaumnya. Ahlul Bait Nabi adalah keturunannya yang diharamkan untuk menerima sedekah” [Shahih Muslim no 2408]

Dalam hadis ini Zaid bin Arqam justru bersumpah “demi Allah” bahwa istri Nabi bukan ahlul bait. Nah apakah yang akan dikatakan oleh salafy nashibi terhadap hadis ini?. Kami lihat jarang sekali mereka mengutip hadis Zaid bin Arqam dengan lafal ini. Anehnya dengan angkuh pengikut salafy berkata

Ketika mereka menggunakan hadits Zaid bin Arqam (yang diriwayatkan oleh Al-Fasawiy rahimahullah di atas) untuk berpegang teguh pada ahlul-bait yang jika kita berpegang-teguh dengannya, maka kita tidak akan tersesat; ternyata pada waktu yang bersamaan orang Syi’ah menolak hadits Zaid bin Arqam yang mengatakan bahwa istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam !! Pilih-pilih hadits ?!!?!….

Nyatanya ia sendiri pilih-pilih hadis, atau ia tidak tahu hadis Zaid bin Arqam yang dengan jelas mengatakan istri Nabi bukan ahlul bait. Yah kebenciannya terhadap syiah membuatnya berbicara sembarangan dan terkesan sembrono. Kami tidak ada urusan menanggapi kebenciannya terhadap syiah, kami hanya ingin meluruskan talbis yang ia buat dalam tulisannya yang berusaha menolak hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh kepada Ahlul Bait”. Kalau dengan seenaknya ia menolak hadis karena musykil menurutnya maka alangkah banyaknya hadis-hadis yang bisa ditolak hanya dengan alasan “menurut saya musykil”. Lagipula yang ia maksud musykil itu hanyalah musykil yang dicari-cari agar ia dapat menolak hadis shahih yang memberatkan mahzabnya atau untuk menolak hadis shahih yang dijadikan hujjah bagi syiah, kasihan sekali betapa kebencian terhadap syiah membuatnya mencari-cari dalih untuk menolak hadis shahih.

Terakhir kami ingin menunjukkan implikasi dari hadis Tsaqalaian. Telah disebutkan di atas bahwa hadis Tsaqalain diantaranya diucapkan Nabi SAW di ghadir khum dan ketika itu Rasulullah SAW memegang tangan Ali dan berwasiat kalau Imam Ali adalah mawla bagi kaum muslimin. Hal ini menunjukkan bahwa Imam Ali termasuk Ahlul Bait yang dikatakan Rasulullah SAW sebagai pedoman yang harus dipegang teguh. Tentu saja kedudukan Imam Ali ini menunjukkan bahwa Beliau lebih utama dibanding sahabat yang lain termasuk Abu Bakar dan Umar.

Bukankah Abu Bakar dan Umar termasuk sahabat yang diperintahkan Rasul SAW untuk berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Ahlul Bait. Lantas bagaimana bisa mereka menjadi yang lebih utama dari Ahlul Bait?. Hadis Tsaqalain menjadi bukti nyata dari Rasulullah SAW bahwa kedudukan Imam Ali lebih utama dibanding semua sahabat lain termasuk Abu Bakar dan Umar. Salam Damai




-- Source : https://syiahahlulbait.wordpress.com/

0 komentar:

Posting Komentar