MANUSIA adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya, petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak, maupun syariah.
Dua komponen pertama, akidah dan akhlak, bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apa pun dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat yang berbeda-beda sesuai dengan masa rasul masing-masing. Sesuai firman Allah SWT, “…Untuk tiap-tiap di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (QS. Al-Maidah: 48)
Syariah islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri, syariah yang bermakna universal dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara Muslim dan non Muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan Sayyidina Ali. “Dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah kita,”
Sifat amalah ini dimungkinkan karena islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat. Dalam sektor ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain.
Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa islam menghambat kemajuan, beberapa kalangan mencurigai islam sebagai faktor penghambat pembangunan. Pandangan ini berasal dari para pemikiran barat, meskipun demikian tidak sedikit intelektual Muslim yang juga diyakini.
Sehingga adanya kesalahpahaman terhadap islam, seolah-olah islam hanyalah agama yang berkaitan dengan masalah ritual saja. Bukan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masaah pembangunan ekonomi serta industrI perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.
Padahal itu malah sebaliknya, anggapan yang demikian menjadi pengaruh bagi umat islam yang seakan kehilangan jati diri Muslim. Pada sejarahnya konsep perekonomian bahkan sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW.
Namun, yang demikian janganlah menjadikan anggapan itu sebagai kelunturan jati diri Muslim yang sesungguhnya. Bahkan kita harus menampilkan dan membuktikan perekonomian Muslimlah yang dapat memerankan dunia dengan didampingi penyeimbangan aspek dunia dan akhirat. Wallahu a’alam. [Sumber: Bank Syariah/Karya: Muhammad Syafi’i Antonio/Penerbit: Gema Insani – Jakarta]
0 komentar:
Posting Komentar