Selasa, 24 Februari 2015

Khutbah Ali bin Abi Thalib di Depan Khawarij


Setelah berdebat dengan Ibnu Abbas, bertaubatlah sekitar 2 ribu orang khawarij. Mereka balik ke Kufah, untuk bergabung bersama Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali datang sendiri menemui mereka yang tersisa dan belum bertaubat. Ketika Ali datang, mereka menyangka Ali telah berpihak kepada mereka. Mereka menganggap bahwa Ali telah bertaubat kesalahannya – menurut anggapan mereka – dan menarik kembali keputusan tahkim.

Merekapun mendengang-dengungkan hal ini di tengah Masyarakat. Hingga al-Asy’as bin Qais al-Kindi menemui Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, menyampaikan informasi bahwa masyarakat membicarakan bahwa anda telah kembali (bertaubat) dari kekufuran anda.

Keesokan harinya, pada hari jumat, Ali berkhutbah. Beliau menyinggung sikap orang-orang yang memisahkan diri dari negara. Beliau mencela habis orang yang berpecah belah. Ketika turun dari mimbar, beberapa orang di pojok masjid meneriakkan,

‘لا حكم إلا لله’

“Tidak ada hukum kecuali milik Allah”

“Hukum Allah, akan diterapkan kepada kalian.” Komentar Ali. Kemudian beliau berisyarat dengan tangannya, menyuruh mereka diam. Hingga ada salah satu dari khawarij itu yang maju, sambil menyumbat telinganya, dan membaca firman Allah,

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Jika kamu berbuat syirik, maka amalmu akan terhapus dan kamu akan menjadi orang yang merugi.” (QS. az-Zumar; 65).


Kemudian Ali radhiyallahu ‘anhu membaca firman Allah,

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلاَ يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لاَ يُوقِنُونَ

“Bersabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu“. (QS. ar-Rum: 60).
(Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 734).

Setelah tidak memungkinkan untuk disadarkan, Ali mengikat janji kepada mereka,

إن لكم عندنا ثلاثًا: لا نمنعكم صلاةً في هذا المسجد، ولا نمنعكم نصيبكم من هذا الفيء ما كانت أيديكم مع أيدينا، ولا نقاتلكم حتى تقاتلونا

“Kalian memiliki 3 hak di hadapan kami, [1] kami tidak melarang kalian untuk shalat di masjid ini, [2] kami tidak menghalangi kalian untuk mengambil harta rampasan perang, selama kalian ikut berjihad bersama kami, [3] kami tidak akan memerangi kalian, hingga kalian memerangi kami” (Tarikh al-Umam wa al-Muluk, at-Thabari, 3/114)


Akhirnya para khawarij ini berkumpul, untuk menentukan pemimpin mereka. Mereka berkumpul di rumah Abdullah bin Wahb ar-Rasibi. Dia-pun berkhutbah di hadapan mereka, dengan khutbah yang sangat memotivasi mereka untuk zuhud terhadap dunia, berharap akhirat, menegakkan amar makruf nahi munkar dan menjauh diri dari masyarakat yang penduduknya dzalim ini (yaitu Ali dan rakyatnya). Sebagai bentuk pengingkaran terhadap hukum yang menyimpang – menurut kebodohan mereka -.

Mereka kemudian menunjuk Zaid bin Hishn at-Thai (pemimpin gembong anti-Ali), tapi dia menolak. Lalu menunjuk Huqus bin Zuhair, dia juga menolak, lalu Hamzah bin Sinan, dan dia juga menolak. Lalu ditawarkan kepada Abu Aufa al-Absy, dia juga menolak. Hingga ditawarkan kepada Abdullah bin Wahb, dan dia menerimanya. Ketika menerima, dia mengatakan,

أما والله لا أقبلها رغبةً في الدنيا ولا أدعها فَرَقًا من الموت

“Demi Allah, aku tidak menerimanya karena berharap dunia, dan aku juga tidak menolaknya karena lari dari kematian.” (an-Nihayah wal Bidayah, Ibnu Katsir, 7/316)



Dalam satu kesempatan perkumpulan mereka, Zaid bin Hishn at-Thai berkhutbah menasehatkan mereka, dengan membaca beberapa firman Allah, diantaranya, firman Allah,

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah” (QS. Shad: 26).

Lalu firman Allah,

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. al-Maidah: 44).

Kemudian firman Allah,

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. al-Maidah: 45)

dan firman Allah,

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS. al-Maidah: 47)


Lalu dia melanjutkan khutbahnya, “Saya bersaksi bahwa para ahli kiblat (kaum muslimin) telah mengikuti hawa nafsu, membuang hukum Allah, dan berbuat dzalim dalam ucapan dan perbuatan”.

Hingga salah satu diantara mereka menangis, dan memotivasi orang disekitarnya untuk memberontak Ali dan para sahabat. Dia mengatakan,

اضربوا وجوههم وجباههم بالسيوف حتى يطاع الرحمن الرحيم، فإن أنتم ظفرتم وأطيع الله كما أردتم أثابكم ثواب المطيعين له العاملين بأمره

“Sabet wajah dan jidat mereka dengan pedang, agar Dzat yang Maha ar-Rahman ar-Rahim kembali ditaati. Apabila kalian menang, dan aku mentaati Allah sebagaimana yang kalian inginkan, Allah akan memberikan pahala kepada kalian seperti pahala orang yang taat kepada-Nya, mengamalkan perintah-Nya.!!?”

al-Hafidz Ibnu Katsir ketika menyebutkan kisah mereka, beliau berkomentar,

وهذا الضرب من الناس من أغرب أشكال بني آدم، فسبحان من نوّع خلقه كما أراد، وسبق في قدره العظيم

“Manusia model seperti ini adalah bentuk keturunan Adam yang paling aneh. Maha Suci Dzat yang menciptakan jenis makhluk-Nya ini seperti yang Dia kehendaki. Semua telah didahului oleh taqdir-Nya yang agung” (an-Nihayah wa al-Bidayah, 7/316)

Mereka sepakat bulat untuk menjauh dari wilayah Ali. Kemudian merekapun pergi diam-diam, satu demi satu, agar tidak ketahuan, menuju tempat yang disepakati, Nahrawan. Hingga mereka memiliki kekuatan.


Anda bisa perhatikan, betapa miripnya khawarij dulu dan sekarang. Ayat yang didengung-dengungkan sama. Cara berfikir dan berlogika juga sama. Banyak menggunakan mafhum kelaziman untuk mengkafirkan banyak manusia, siapa yang setuju dengan selain hukum Allah maka dia setuju dengan kekafiran, dan siapa yang setuju dengan kekafiran maka dia kafir. dst.

Bagi anda yang pernah mendengar ceramah para ’teroris’, para ‘buron polisi yang suka menutup wajahnya dengan surban’ akan sering mendengarkan ayat ini diulang-ulang.



Penulis: Ammi Nur Ba’its, ST., BA.

Artikel Muslim.Or.Id





0 komentar:

Posting Komentar