Sudahkah Anda Bershalawat???

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ

“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)” HR an-Nasa’i (no. 1297)

Keutamaan Shalawat Kepada Nabi

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {56}

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. 33:56)

Ahlul Bait

مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ

“Perumpamaan Ahlul baitku seperti kapal nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya maka dia akan selamat dan barangsiapa yang enggan maka dia akan tenggelam (binasa).”

Minggu, 31 Mei 2015

Kisah Puasa 3 Hari Ahlul Bait







Allah berfirman: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. (Mereka hanya berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dan tidak pula (ucapan) terima kasih darimu. Sesungguhnya kami takut kepada Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan” Maka (karena keyakinan dan amal itu) Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.” (Surah Al-Insan ayat 8-11)

Suatu hari Imam Hasan dan Imam Husain sakit. Keduanya merupakan bunga hati Rasulullah saw. Ketika Nabi mendengar kabar sakitnya mereka, beliau bersama sebagian sahabat menjenguknya dan mengisyaratkan kepada Ali dengan berkata: “Wahai Abul Hasan, seandainya engkau bernadzar kepada Allah untuk kesembuhan mereka, semoga Allah memberikan kesembuhan pada mereka.” Kemudian Imam Ali, Sayyidah Fathimah dan budak perempuannya, Fiddah, bernadzar puasa selama 3 hari untuk kesembuhan Imam Hasan dan Imam Husain as. Tatkala Imam Hasan dan Imam Husain as sembuh, mereka ingin menunaikan nadzarnya berpuasa selama 3 hari, akan tetapi tidak ada makanan untuk buka puasa. Imam Ali meminjam 9 kilogram gandum dari seorang Yahudi bernama Syam’un. Kemudian Sayyidah Fathimah membuat 5 potong roti dari gandum itu sesuai dengan jumlah mereka. Saat tiba waktu berbuka puasa, makanan diletakkan di hadapan mereka. Ketka hendak menyantapnya, tiba-tiba seorang peminta-minta mengetuk pintu rumah dan berkata: “Assalamu ‘alaikum wahai Ahlulbait Nabi, aku seorang Muslim yang miskin, berilah aku makanan. Semoga Allah memberi kalian hidangan surga!” Ketika mendengarnya, mereka mengumpulkan roti tersebut dan memberikannya kepada orang itu. Mereka melewati malam tanpa merasakan makanan apapun kecuali air.

Esok harinya mereka kembali berpuasa, dan mereka menyiapkan beberapa roti untuk berbuka puasa. Ketika tiba waktu buka puasa, hidangan diletakkannya di hadapan mereka. Tapi sebelum mereka menyantap makanan itu, seseorang mengetuk pintu rumah dan berkata: “Aku anak yatim Muslim.” Dan dia berkata seperti orang peminta pertama. Mereka pun mengumpulkan makanan dan memberikan kepadanya. Mereka akhirnya melewati malam kedua ini seperti malam pertama tanpa merasakan makanan apapun.

Pada hari ketiga disaat buka puasa tiba dan hendak menyantap hidangan, yaitu makanan yang masih tersisa dari simpanan mereka, pintu rumah diketuk dan peminta kali ini adalah seorang tawanan. Dia meminta diberi makanan yang ada pada mereka. Kemudian mereka melakukan apa yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya dan memberikan roti kepadanya. Mereka kembali tidur malam dalam keadaan perut yang lapar.

Pada pagi harinya Imam Ali as memegang Hasan dan Husain menghadap Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw melihat mereka dalam keadaan gemetar seperti anak ayam yang kelaparan di depannya, Rasulullah berkata: “Melihat kalian membuatku bersedih!”

Rasulullah bersama mereka pergi dan berangkat untuk menemui putrinya, Sayyidah Fathimah as. Rasulullah menemukan putrinya dalam keadaan salat di mihrabnya. Punggung Sayyidah Fathimah as telah menyatu dengan perutnya dikarenakan beratnya rasa lapar hingga membuat matanya tenggelam (cekung). Nabi pun bersedih karenanya. Pada saat itu Jibril turun kepada Nabi dan berkata: “Terimalah wahai Rasulullah, Allah memberimu kabar gembira tentang Ahlulbaitmu.” Kemudian Jibril membacakan ayat mulia: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. (Mereka hanya berkata),“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dan tidak pula (ucapan) terima kasih darimu.”

Kemudian Rasulullah mengabarkan berita gembira kepada Ahlulbaitnya tentang turunnya ayat dan penghormatan Allah kepada mereka dengan kedudukan dan kemuliaan ini.

Sabtu, 30 Mei 2015

Larangan Mengharapkan Kematian


[1] Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Anas r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Salah seorang di antara kalian tidaklah layak mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Seandainya terpaksa harus mengharapkan kematian, hendaklah ia mengatakan,’Ya Allah, biarkanlah aku tetap hidup jika hidup itu lebih baik bagiku, tetapi matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku.”

[2] Abu Hurayrah r.a beriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Tidak boleh salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, tidak juga berdoa agar segera mati sebelum kematian itu menjemputnya. Ketahuilah, sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian meninggal, terputuslah amalnya. Sesungguhnya seorang mukmin tidak bertambah umurnya kecuali hal itu akan menjadi baik baginya.”(HR. Muslim)

[3] Abu Hurayrah r.a beriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Tidak boleh salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian. Sebab, jika ia seorang yang baik, ia mungkin akan bertambah baik; jika ia seorang yang jahat, mungkin ia akan meninggalkan kejahatan itu.”(HR. Bukhari dan Nasa’i)

[4] Imam Ahmad, Al-Bazzar, Abu Ya’la, Al-Hakim, dan Al-Bayhaqi meriwayatkan hadits dari Jabir ibn Abdillah bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Janganlah kalian mengharapkan kematian, karena sesungguhnya tempat pengawasan adalah lebih menakutkan. Sesungguhnya di antara kebahagiaan bagi seseorang adalah panjangnya usia sehingga Allah memberikan kepadanya kesempatan untuk bertobat.”

[5] Anas r.a berkata,”Kalaulah Rasulullah Saw tidak melarang kami mengharapkan kematian, pasti kami akan mengharapkannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

[6] Al-Qasim, pelayan Mu’awiyyah, meriwayatkan bahwa Sa’ad ibn Abi Waqash pernah berdoa mengharapkan kematian, sementara saat itu Rasulullah Saw mendengarnya. Beliau lalu bersabda,”Janganlah engkau mengharapkan kematian, sebab seandainya engkau termasuk penghuni surga, tetap hidup adalah lebih baik bagimu; sementara jika engkau termasuk penghuni neraka, lalu apa yang mendorongmu ingin segera ke sana?”(HR. Al-Mawarzi)

[7] Ibn ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Tidak diperbolehkan salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, sebab sesungguhnya dia tidak mengetahui pemberian apa yang telah ditentukan bagi dirinya.”

[8] Ummu al-Fadhl meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah mendatangi ketika paman beliau, ‘Abbas, sedang dalam keadaan mengeluh sakit dan mengharapkan kematian. Beliau lantas bertutur kepadanya,”Paman, hendaklah paman tidak perlu mengharapkan kematian. Sebab sesungguhnya, jika Paman memang orang yang baik, sementara kematian masih lama dan kebaikan Paman semakin bertambah, hal itu adalah lebih baik bagi Paman. Sebaliknya, seandainya Paman termasuk orang jahat, sementara masa kematian masih lama dan Paman meninggalkan kejahatan tersebut, hal itu pun adalah lebih baik bagi Paman. Oleh karena itu, hendaklah Paman jangan mengharapkan kematian.”(HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ath-Thabrani, dan Hakim)

[9] Abu Hurayrah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Tidak diperbolehkan salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian sebelum kematian itu menjemputnya, tidak juga berdoa untuknya, kecuali jika dia telah benar-benar yakin akan amal perbuatannya.”(HR. Ahmad)[]

(* Disalin dari : “Ziarah Ke Alam Barzakh”, 2009; Syarh ash-Shudur bi Syarh Hal al-Mawta wa al-Qubur, al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Muhammad Hasan al-Hamshi, 1916)

Munajat Imam Ali bin Abi Thalib k.w

“Mohon maaf,

Bukankah Engkau dengar, wahai Dzat Pemberi karunia

Atas seruan doa dari hamba lemah yang ditimpa musibah

Yang tenggelam dalam lautan sedih dan gelisah

Terpenjara kesedihan dan dosa-dosa?

Itulah aku,

Yang tiada hari, kecuali menyeru dengan rendah hati

Sungguh-sungguh berdoa dan memohon

Karena terasa sempit bumi ini bagiku

Sementara penduduknya tidak tahu obatku apa

Sambutlah tanganku, wahai Dzat Yang Mahaagung, wahai Harapanku

Aku sungguh sangat berharap ampunan-Mu

Kini aku datang dengan tangis, rahmatilah tangisku itu

Aku menangis karena malu, betapa banyak dosaku pada-Mu

Aku terjerat gundah gulana, Engkaulah Sang Penghapus lara

Aku sakit, Engkaulah Penyembuhnya

Harapan telah menegurku dan aku pun menyeru

Wahai Rabb-ku, wujudkan harapanku

Bagiku mungkin azablah balasannya

Namun, aku berlindung dengan anugerah-Mu

Wahai Dzat tumpuan harapanku

Mohon kiranya Engkau beri aku maaf

Sebab aku tengah dirundung musibah dan penat”

(* Sumber : Nasha’ih Al-Ibad fi Bayani Alfazhi Munabbihat ‘ala Istidad li Yaum Al-Ma’ad; Syaikh Nawawi al-Bantani; Nashaihul ‘Ibad, Kumpulan Nasihat Pilihan Syaikh Nawawi al-Bantani, 2013)

Jumat, 29 Mei 2015

Munajat Sunyi Imam Ali Zainal Abidin Assajjad



“Tuhanku, gemintang langit-Mu telah tenggelam. Semua mata makhluk-Mu telah tertidur, tapi pintu-Mu terbuka lebar, buat pemohon kasihmu. Aku datang menghadap-Mu."
Saat itu, malam sudah larut, dinihari sudah hampir tiba, angin dingin sahara berhembus dalam kesepian. Bukit-bukit batu, rumah-rumah tanah, pepohonan semua tak bergerak, berdiri kaku dalam rangkaian silhuet. Namun di tengah Masjidil Haram, seorang pemuda berjalan mengitari Ka’bah sambil bergantung pada tirainya. Matanya menatap langit yang sunyi. Tak seorang pun berada di situ, kecuali Thawus Al-Yamani, yang menceritakan peristiwa ini kepada kita.
Tepat pada saat itulah Thawus mendengar pemuda itu merintih: “Tuhanku, gemintang langit-Mu telah tenggelam. Semua mata makhluk-Mu telah tertidur, tapi pintu-Mu terbuka lebar, buat pemohon kasihmu. Aku datang menghadap-Mu memohon ampunan-Mu, kasihilah daku, perlihatkan padaku wajah kakekku Muhammad SAW pada mahkamah hari kiamat. (Kemudian ia menangis). Demi kemuliaan dan kebesaran-Mu, maksiatku tidaklah untuk menentang-Mu, kala kulakukan maksiat kulakukan bukan karena meragukan-Mu, bukan karena mengabaikan siksa-Mu, bukan karena menentang hukum-Mu. Kulakukan karena pengaruh hawa nafsuku, dan karena Kau ulurkan tirai untuk menutub aibku. Kini siapakah yang akan menyelamatkan aku dari azab-Mu, kepada tali siapa aku akan bergantung, jikalau Kau putuskan tali-Mu malang nian daku kelak ketika bersimpuh dihadapan-Mu, kala si ringan dosa dipanggil: jalanlah! Kala si berat dosa dipanggil: berangkatlah! Aku tak tahu apakah aku berjalan dengan si ringan atau dengan si berat. Duhai celakalah aku bertambah umurku dan bertumpuk dosaku tak sempat aku bertobat kepada-Mu, sekarang aku malu menghadap pada-Mu. (Ia menangis lagi). Akankah Kaubakar aku dengan api-Mu wahai Tujuan segala kedambaan lalu, kemana harapku kemana cintaku. Aku menemui-Mu dengan memikul amal buruk dan hina diantara segenap makhluk-Mu, tak ada orang sejahat aku. (Ia menangis lagi). Mahasuci Engkau! Engkau dilawan seakan-akan engkau tiada. Engkau tetap pemurah seakan-akan Engkau tak pernah dilawan. Engkau curahkan kasih-Mu kepada makhluk-Mu seakan-akan Engkau memerlukan mereka, padahal Engkau wahai Junjunganku tak memerlukan semua itu. (Kemudian ia merebahkan diri bersujud)
Thawus pun bercerita: Aku dekati dia. Aku angkat kepalanya dan kuletakan pada pangkuanku. Aku menangis sampai airmataku membasahi pipinya. Ia bangun dan berkata, “Siapa yang menggangu dzikirku?” Aku berkata, “Aku Thawus, wahai putra Rasulullah. Untuk apa segala rintihan ini? Kamilah yang seharusnya berbuat seperti ini, karena hidup kami bergelimang dosa. Sedangkan ayahmu Husain bin Ali, ibumu Fathimah Az-Zahra dan kakekmu Rasulullah SAW. Ia memandangku seraya berkata,”Keliru kau Thawus. Jangan sebut-sebut perihal ayahku, ibuku dan kakekku. Allah menciptakan surga bagi yang menaati-Nya dan berbuat baik, walaupun ia budak dari Habsyi. Ia menciptakan neraka buat yang melawan-Nya walaupun ia bangsawan Quraisy. Tidakkah engkau ingat firman Allah-Ketika sangakala ditiup, tidaklah ada hubungan lagi diantara mereka hari itu dan tidak saling tolong-menolong. Demi Allah esok tidak ada yang bermanfaat selain amal shaleh yang telah engkau lakukan.”
Yang diceritakan Thawus dalam riwayat ini tidak lain Imam Ali Zainal Abidin. Imam keempat dalam rangkaian imam Ahlul Bayt Al-Mushtafa yang terkenal sebagai As-Sajjad, yang banyak bersujud. Doa-doanya dikumpulkan dalam ah-Shahifah As-Sajjadiyah; berisi kalimah-kalimah yang indah dan mengharukan. Berbeda dengan doa doa yang biasa kita ucapkan, doa-doa As-Sajjad lebih merupakan “percakapan ruhaniyah” dengan Allah SWT. Doa-doa yang biasa kita baca biasanya berisi perintah-perintah halus kepada Allah SWT seperti “Ya Allah, berilah daku rizki, panjangkan usiaku, naikkan pangkatku, dll”. Sementara doanya Imam Ali Zainal Abidin berisi kesadaran akan kehinaan diri dan kemuliaan Allah, kemaksiatan diri dan kasih sayang Allah.
Doa-doa Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad lebih mirip rintihan ketimbang permohonan. Kalimah-kalimahnya lebih mirip hubungan cinta kasih antara hamba dengan Tuhan, ketimbang hubungan kekuasaan.
Dari situlah terpancar dan tercermin dua cara dalam memandang Tuhan. Kita dapat memandang Dia sebagai Zat yang jauh dari kita, berbeda sama sekali dengan kita, memiliki sifat mukhalafat lil-hawadits, mempunyai jarak dengan makhluk-Nya. Inilah Tuhan transenden dalam pandangan para filsuf dan ahli kalam. Kita juga dapat melihat Dia sebagai Zat yang lebih dekat dengan kita dari urat leher kita, selalu beserta kita, kemanapun wajah kita menghadap, di situlah wajah Allah berada. Inilah Tuhan yang immanen dalam pandangan para wali-Nya. Inilah Tuhan dalam pandangan Ahlul Bayt. Inilah Tuhan dalam doa Ahlul Bayt. (Dr. Jalaluddin Rakhmat)

Lagi, Serangan Bom ISIL Di Masjid Syiah Saudi, 4 Tewas

Serangan bom di masjid Syiah, di Saudi Arabia



Sebuah serangan bom, yang diklaim oleh kelompok teroris Takfiri ISIL, menargetkan masjid Syiah lain di Provinsi Timur Arab Saudi, dengan dikonfirmasi empat korban tewas hingga sekarang.


Kementerian Dalam Negeri Saudi mengatakan serangan itu terjadi pada Jumat (29/5/15) dekat dengan Masjid Imam Hussein (as) di ibukota provinsi Dammam, terletak sekitar 400 kilometer (250 mil) timur ibukota, Riyadh.

Media Saudi mengutip seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa seorang pembom, yang mengenakan pakaian wanita, meledakkan bom di tempat parkir masjid setelah mobilnya dihentikan oleh penjaga keamanan.

Empat orang sejauh ini telah dikonfirmasi tewas dalam serangan bom tersebut, menurut Kementerian Dalam Negeri Saudi. Tidak segera jelas apakah pembom itu di antara empat korban.

Serangan baru datang seminggu setelah pemboman menghantam sebuah masjid di desa al-Qudaih di distrik provinsi Qatif, menewaskan 21 jamaah, termasuk dua anak.

Kelompok teroris Takfiri ISIL mengaku bertanggung jawab atas serangan 22 Mei.




Source : http://www.islamtimes.org/id/doc/news/463858/

Munajat Imam Syafi'i

Kepada-Mu -wahai Ilah segenap makhluk
Wahai Pemilik anugerah dan kebaikan, kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang yang bergelimang dosa
Tatkala hati telah membatu dan sempit segala jalanku, kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai tangga bagiku

Kurasa dosaku teramatlah besar, tetapi tatkala dosa-dosa itu kubandingkan dengan maaf-Mu -wahai Rabb-ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar

Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa, dan terus menerus Engkau memberi derma dan maaf sebagai nikmat dan pemuliaan
Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang pun ahli ibadah yang tersesat oleh Iblis bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan kesayangan-Mu, Adam
Kalaulah Engkau memaafkan aku, Engkau telah memaafkan seorang yang congkak, zhalim lagi sewenang-wenang yang masih terus berbuat dosa

Andaikata Engkau menyiksaku, tidaklah aku berputus asa, walaupun diriku telah engkau masukkan ke dalam Jahannam lantaran dosaku
Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang, namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih tinggi dan lebih besar

[Tarikh Ibnu Asakir Juz 51 hal. 430-431]

Dahsyatnya Suara Rasulullah SAW

Assalamu'alaikum wr. wb

Rasulullah SAW memang memiliki banyak mukjizat. Hampir semua mukjizat para Nabi berada pada diri Rasulullah SAW. Salah satu mukjizat Rasul adalah memiliki suara yang cukup dahsyat, bahkan suara Rasulullah SAW bisa di dengar dari jarak yang jauh sekali.
Pengeras suara juga tidak ada, namun kok bisa didengar oleh banyak manusia dari jarak yang cukup jauh suara Beliau itu, sungguh mukjizat yang tiada tara.






Kisahnya

Banyak di antara mukjizat Nabi Muhammad SAW yang seringkali ditunjukkan kepada para sahabat. Salah satunya adalah mukjizat Rasulullah SAW yang memiliki suara yang merdu sekali, sehingga nyaman dan indah didengar oleh telinga.

Seperti halnya penuturan Anas ra dalam sebuah riwayatnya, Rasulullah SAW bersabda,
"Bahwa Allah tidak mengutus seorang Nabi melainkan bermuka tampan dan bersuara merdu. Sedangkan Nabimu adalah yang terbagus raut mukanya dan merdu suaranya,"
(HR. At-Tirmidzi).

Suara Rasulullah SAW ternyata tidak hanya merdu saja, namun juga memiliki kekuatan suara yang cukup dahsyat sehingga orang-orang jauh pun bisa mendengar suara beliau.


Banyak Riwayat yang Mengisahkan

Istri Beliau, Rasulullah SAW yang bernama Aisyah, pernah menceritakan bahwa pada suatu ketika, tepatnya pada hari Jumat, Rasulullah SAW sedang duduk di atas mimbar di masjid. Ketika itu Rasulullah SAW bersabda kepada para manusia,
"Duduklah kalian."

Sabda Rasulullah yang demikian itu ternyata tidak hanya didengar oleh orang-orang yang berada di masjid itu saja, akan tetapi didengar pula oleh Abdullah bin Rawahah yang pada saat itu sedang berada di wilayah Bani Graham. Saat itu Abdullah bin Rawahah pun langsung duduk di tempat yang jaraknya cukup jauh dari masjid itu. Padahal saat itu belum ada pengeras suara seperti saat ini.

Dalam riwayat lainnya, Abdurrahman bin Mu'adz yang juga termasuk salah satu sahabat Rasulullah SAW menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW sedang menceramahi para sahabat-sahabatnya di Mina.

Rasulullah SAW bersabda,
"Bawalah kerikil untuk melempar."

Demikian ucap Rasulullah SAW ketika membimbing para sahabat untuk beribadah.
Sementara itu Abdurrahman sendiri ketika itu berada jauh dari Rasulullah SAW, namun ia bisa mendengar suara beliau ketika mengajari para sahabat tentang tata cara beribadah.

Tidak hanya itu, pada suatu ketika, Bara' bercerita bahwa Rasulullah SAW pernah berceramah kepadanya dan para sahabat di sekelilingnya. Namun suara Rasulullah SAW ketika itu ternyata mampu didengar oleh para muslimah yang berada dalam kamar pingitan mereka.


Suara Dapat Didengar dari Jarak Cukup Jauh

Pengalaman lainnya juga diungkapkan oleh Ummu Hani. Ia menuturkan bahwa pada suatu malam ketika dirinya sedang membaringkan punggung di rumahnya. Suasana ketika itu cukup sepi, namun tiba-tiba ia mendengar suara Rasulullah SAW. Ummu Hani merasa heran, dari itu ia mencoba mencari-cari Rasulullah SAW di rumahnya. Namun ternyata Rasulullah SAW tidak ada di rumahnya saat itu.

Pada saat yang bersamaan, ternyata Rasulullah SAW ketika itu sedang berada di sisi Ka'bah. Sedangkan rumah Ummu Hani dan Ka'bah memiliki jarak yang cukup jauh sekali.

Ummu Hani menceritakan apa yang disabdakan Nabi adalah sebagai berikut.
Rasulullah SAW bersabda,
"Wahai orang-orang yang beriman, dengan lidahnya dan tak memurnikan keimanan dari hatinya, janganlah kalian memfitnah kaum muslimin dan janganlah kalian mencari-cari cacatnya. Dan barangsiapa yang cacatnya dicari-cari oleh Allah SWT, maka Dia akan membuka kejelekan di tengah rumahnya."

Subhanallah...
Ucapan Rasulullah SAW tersebut mampu menembus dinding pembatas rumah-rumah para penduduk ketika itu. Sehingga banyak muslimah yang berada di dalam kamarnya juga mampu mendengar apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW tersebut, termasuk Ummu Hani. Padahal jarak mereka dengan Rasulullah SAW cukup jauh dan tidak ada pengeras suara.

Subhanallah....





Source : http://kisahislamiah.blogspot.com/2013/04/dahsyatnya-suara-rasulullah-saw.html